Sabtu, 28 April 2012

Malu Bagi Muslimah

Diposting oleh Fia Aulia di 09.31
Pengantar
Malu itu bukan pemalu atau malu-maluin. Pemalu adalah rasa malu yang berlebihan, penyakit jiwa dan lemah kepribadian. Sifat malu tidak menghalangi tampil menyuarakan kebenaran, tidak menghambat belajar dan mencari ilmu.
Dari Zainab binti Abi Salamah, dari Ummu Salamah Ummu Mukminin berkata: “Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, menemui Rasulullah Saw seraya berkata: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran. Apakah seorang wanita harus mandi bila bermimpi?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya, itu bila ia melihat air (yang keluar dari kemaluannya karena mimpi)’” (HR. Bukhari dalam Kitab Ghusl, hadits nomor 273)
Lakukan Apa Maumu!
Jika urat malu sudah hilang, maka “Idza lam tastahyii fashna’ maa syi’ta (bila kamu tidak malu, maka lakukanlah apa maumu!)” (HR. Bukhari dalam Kitab Ahaditsul Anbiya, hadits nomor 3225).
Ada tiga pemahaman atas sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Pertama, ia ancaman. “Perbuatlah apa yang kamu mau, sesungguhnya Dia Mahamelihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Fushshilat: 40). Kedua, memberitakan kondisi orang yang tidak punya malu, bahwa mereka bisa melakukan apa saja karena tidak punya standar moral. Tidak punya aturan. Ketiga, ia berupa perintah kepada kita untuk bersikap wara’ (bersahaja, sederhana saja).
Malu yang Paripurna
Ada makna tersirat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “apa kamu tidak malu melakukannya? Kalau malu, menghindarlah!” Begitu kira-kira kalau bahasa bebasnya. Namun Salman Al-Farisi, seorang Shahabat, terkemukan punya pemahaman lain sehubungan dengan hadits itu.
  1. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla apabila hendak membinasakan seorang hamba, maka Ia cabut perasaan malu.
  2. Bila malu telah dicabut, maka engkau mendapatkannya sebagai orang murka dan dimurkai.
  3. Bila ia sebagai orang pemarah dan dimurkai, maka dicabutlah sifat amanahnya.
  4. Bila sifat amanah dicabut, maka engkau akan mendapatkan ia sebagai pengkhianat dan dikhianati.
  5. Bila ia telah menjadi pengkhianat dan dikhianati, maka rahmat Allah dicabut dari dirinya.
  6. Bila rahmat dicabut, maka engakau akan mendapatkannya sebagai sosok pengutuk dan dikutuk.
  7. Bila engkau menemukannya sebagai pengkutuk dan dikutuk, maka dicabutlah darinya ikatan Islam” (HR. Ibnu Majah dalam Kitab Fitan, hadits nomor 4044, sanadnya lemah, tapi isi haditsnya shahih).
Style Perempuan Banget
1.  Busana Takwa
Perempuan beriman adalah pemalu. Tampak malunya dari busana. Ia menggunakan busana takwa, menutupi auratnya. Para ulama sepakat bahwa aurat perempuan di hadapan pria adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan.
Ibnu Katsir berkata, “Pada zaman jahiliyah, sebagian perempuan berjalan di tengah kaum lelaki dengan belahan dada terbuka. Model pakaian tersebut memperlihatkan leher, rambut, dan telinga mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala lalu memerintahkan perempuan Muslimah menutupi bagian-bagian tersebut”.
2.  Menundukkan Pandangan
Menundukkan pandangan adalah bagian dari rasa malu. Mata itu punya sejuta bahasa. Kerlingan, tatapan, dan isyarat tubuh, menimbulkan berjuta rasa di dada lelaki. Perempuan memiliki pandangan setajam anak panah. Lelaki segera faham akan pesan dari pandangan itu. Karena itu Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan lelaki dan perempuan menundukkan sebagian pandangan mereka.
3.  Menghindari Ikhtilat (Campur baur Lelaki-Perempuan)
Realitas, perempuan kini telah terjun ke arena sektor publik, sebagai profesional atau aktivis sosial-politik. Mereka melayani kepentingan sesama perempuan. Ada yang terpaksa. Bahkan banyak perempuan bekerja karena ia menjadi tulang punggung keluarga. Sehingga, ikhtilath (bercampur baur dengan lelaki) tidak bisa terhindari.
Tetapi sesungguhnya kata ikhtilat tidak dikenal dalam warisan sejarah budaya Islam. Mungkin saja ia berasal dari bahasa asing. Kata tersebut tidak menenteramkan hati setiap muslim. Lebih baik menggunakan liqa’ atau muqabalah – yang keduanya berarti pertemuan—atau musyarakah (keterlibatan) seorang lelaki dan perempuan. Namun Islam mengeluarkan aturan secara umum terkait dengan masalah ini, melihat tujuan aktivitasnya atau maslahat dan bahayanya, gambaran utuh dan syarat-syarat yang harus diperhatikan di dalamnya. Dalam hal ini ada adab yang harus ditegakkan kala terjadi muqabalah antara pria dan perempuan, yaitu:
  1. Dibuatkan pembatas tempat pertemuan antara lelaki dengan perempuan.
  2. Menjaga pandangan dengan menundukkan sebagian pandangan.
  3. Hindari berdesak-desakan dan lakukan pembedaan tempat bagi lelaki dan perempuan.
  4. Tidak berkhalwat (berduaan dengan lawan jenis).
  5. Hindari tempat-tempat yang meragukan dan bisa menimbulkan fitnah.
  6. Hindari pertemuan yang lama dan sering, sebab bisa melemahkan sifat malu dan menggoyahkan keteguhan jiwa.
  7. Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa dan keinginan batin untuk melakukan yang haram, bahkan sekalipun itu membayangkannya.
  8. Bagi perempuan, pakailah pakaian syar’ie, tidak memakai wewangian, batasi diri dalam berbicara (perhatikan gaya bicara, jangan genit!) dan menatap, serta jaga kewibawaan dalam beraktivitas.
Penutup
Islam tidak mengekang perempuan. Ia bisa terlibat dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berpolitik, dan berbagai aktivitas lainnya. Islam hanya memberi frame dengan adab dan etika. Sifat malu adalah salah satu frame yang harus dijaga oleh perempuan muslimah yang meyakini bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala melihat setiap polah dan desiran hati yang tersimpan dalam dadanya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fia Aulia's Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea